Legenda Batu Menangis
- Fania Dewi
- Jan 4, 2018
- 2 min read

Di suatu daerah, hiduplah seorang ibu dan anak perempuannya yang lucu bernama Gracia. Mereka hidup bahagia dengan segala kebutuhan yang terpenuhi. Suatu saat, toko kue terkenal yang dimiliki oleh sang Ibu, harus gulung tikar. Mulai dari situ, sang Ibu yang stress akibat bisnisnya hancur harus merelakan barangnya yang mewah termasuk rumahnya dijual kepada orang lain supaya bisa mendapatkan uang dan anaknya, Gracia, bisa tetap sekolah dan makan sehari-hari. Namun, nampaknya Gracia yang terbiasa oleh kemewahan dalam hidupnya, tidak bisa menerima keadaan sang Ibu yang berkekurangan. Ia selalu meminta barang yang ia inginkan kepada ibunya dengan paksa. Sang Ibu yang sudah kurus, muka yang dulu cantik sekarang menjadi tidak terawat dan pakaiannya lusuh karena tidak memiliki uang dan waktu untuk mengurus dirinya sendiri harus menuruti keinginan buah hati, jika tidak, buah hati akan merengek dan sedih.
Suatu ketika, sang Ibu mengajak Gracia berjalan kaki untuk pergi ke pasar yang jaraknya jauh dari rumah kecilnya. Gracia jalan kaki dengan hati yang senang, memakai pakaian layaknya seorang princess supaya ketika berjalan kaki, orang akan melihat parasnya yang cantik. Sedangkan sang Ibu, berjalan kaki di belakang Gracia hanya menggunakan kaus dan celana yang sudah lusuh dengan membawa keranjang. Melihat sang buah hati yang bersemangat jalan kaki dengan jarak yang jauh, sang Ibu sangat senang dan bersyukur kepada Tuhan.
Pada suatu ketika, sang Ibu dan Gracia melewati sebuah desa yang memiliki banyak sekali penghuni. Seketika semua orang mengalihkan pandangannya kepada Gracia yang cantik. Namun, ada hal yang aneh ketika sepasang mata seseorang melihat sosok yang ada di belakang Gracia yang tak lain adalah sang Ibu, berjalan dengan pakaian yang lusuh. Tentu orang yang melihat terheran-heran, siapa gerangan sosok tersebut.
Betul-lah, banyak para pemuda yang menggoda Gracia,
"Hai cantik, mau kemana? Apakah orang yang di belakang kamu adalah Ibumu?".
"Bukan! Dia adalah pembantuku!", jawab Gracia dengan nada tinggi. Datanglah seorang pemuda bertato mengajak bicara Gracia, "hai neng. apakah itu ibumu?".
"Bukan! Dia adalah budakku yang suka ikuti aku kemanapun aku pergi!", jawab Gracia dengan kepala yang diangkat keatas. Sang Ibu yang mendengar hal tersebut berulang-ulang kali, tidak sanggup menahan diri. Maka sang Ibu berhenti dan berdoa, begini,
"Tuhan, hamba sudah tidak tahan mendengarnya. Anak hamba dengan tega menghinaku, Ibu yang melahirkan dan merawat dia dari kecil sampai sebesar ini, di depan mataku. Maka aku kutuklah anak perempuanku, anak yang tidak tahu terimakasih dan tidak bersyukur, menjadi batu sekarang!".
Seketika Gracia yang berjalan dengan centil, langkahnya kaku dan kakinya mulai menjadi batu. Ketika sudah setengah badannya menjadi batu, Gracia merengek-rengek dan memohon ampun kepada sang Ibu, "Ibuuuuu, maafkan Gracia. Gracia tidak mau seperti ini, Bu. Maafkan Gracia". Namun semua sudah terlambat. Hati sang Ibu tersayat oleh perilaku buah hatinya sendiri. Tidak lama, tubuh Gracia utuh menjadi batu, namun, tetap ada air mata yang keluar dari batu tersebut.
Seperti Gracia masih hidup, namun, tubuhnya menjadi batu. Sampai sekarang, batu tersebut masih mengeluarkan air mata, yang tak lain air mata Gracia. Sang Ibu dengan berat hati harus merelakan buah hatinya menjadi batu.
Comments