Legenda Gunung Pinang
- Devi Oktalia
- Jan 15, 2018
- 3 min read
Dahulu kala, hiduplah seorang Ibu dan seorang anak laki-lakinya yang bernama Dampu Awang di sekitar pesisir pantai Banten. Mereka hidup dalam kesederhanaan. Sang anak laki-laki ingin sekali mengubah hidupnya untuk menjadi seorang yang berhasil dan kaya raya. Setiap harinya, ia melihat kapal berlabuh di dermaga setiap harinya. Kapal-kapal tersebut tentunya milik para saudagar kaya yang bertujuan untuk berlabuh atau sekedar transit.
Pada suatu hari, ada kapal milik saudagar kaya yang berlabuh, Dampu Awang ingin sekali ikut dalam kapal tersebut untuk bekerja dan menjadi orang kaya.
“Ibu, aku mau ikut berlabuh di kapal milik saudagar kaya ya Bu?”, kata Dampu Awang kepada Ibunya sambil merengek.
“Tidak anakku, kau disini saja!”, jawab sang Ibu. Tentu saja Ibu Dampu Awang menolak keras permintaan anak semata wayangnya itu
Karena Ibunya melarang namun ia tetap ingin sekali pergi, Dampu Awang terus merengek pada ibunya dan terus membujuk agar diizinkan.
“Kau tetap tidak boleh pergi, nanti kalau kau pergi dan menjadi orang kaya kau akan lupa pada ibumu ini nak.” Terang Ibu Dampu Awang. “Aku tidak akan pernah melupakan kau ibu.” Katanya sembari terus merengek pada ibunya. Pada akhirnya, karena tidak tega pada anak semata wayangnya itu, ibu Dampu Awang mengizinkannya pergi untuk berlabuh. Seketika itu, ibunya mengantar si Dampu Awang hingga di tepi pantai. Dampu Awang mendapat sambutan yang baik di kapal tersebut, dia bekerja dengan baik dan menunjukkan menjadi awak kapal yang dapat diandalkan. Melihat kerjanya yang baik dan memuaskan, saudagar kaya pemilik kapal tersebut memanggilnya.
“Hai Dampu Awang, maukah kau menikah dengan putriku?” Tanyanya pada Dampu Awang. Tersentak ia pun terkejut mendengar kalimat yang diutarakan majikannya itu. Ia pun menjawab dengan ragu-ragu.
“M..m..mau Tuan” Lalu si majikan bertanya kembali, “Kenapa kau ragu-ragu? Kau tidak suka pada anakku?” Dengan tegas si Dampu Awang menjawab, “Tentu suka Tuan”. Akhirnya pernikahan Dampu Awang dan anak perempuan dari saudagar kaya digelar dan mereka pun telah menjadi suami istri. Tak lama dari pernikahan tersebut, saudagar kaya sang pemilik kapal sakit dan meninggal dunia. Dan si Dampu Awanglah yang mewarisi seluruh kekayaanya. Ia pun yang menjadi pemimpin kapal tersebut.
Pada suatu hari, kapalnya berlabuh ke pesisir pantai Banten lagi yaitu tempat kelahirannya. Sang ibu sangat senang melihat ada kapal yang berlabuh ke daerahnya dan sangat berharap kapal tersebut membawa sang anak pulang. Setiap ada kapal yang bersandar, ia selalu berharap Dampu Awang akan pulang. Dan benar hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, kapal Dampu Awang telah bersandar di daerahnya.
Namun ada hal yang berbeda yaitu saat turun dari kapal, Dampu Awang yang saat itu menggandeng istrinya tidak lagi mau mengakui ibu tua yang mengenakan pakaian compang-camping sebagai ibunya. Ibunya berkata, “Anakku Dampu Awang, ibu sangat merindukanmu nak”. Dengan sikap arogannya si Dampu Awang menjawab, “Siapa kau? Janganlah kau mengaku menjadi ibuku, karna ibuku sudah lama tiada”. Mendengar jawaban tersebut, ibunya sangat tersontak kaget dan sangat kecewa pada perlakuan anaknya. Akhirnya setelah tidak mengakui ibu yang melahirkannya, kapal Dampu Awang kembali berlabuh ke lautan. Seolah alam mengerti kekecewaan ibu Dampu Awang, air laut pun menjadi tidak bersahabat dan membuat kapal milik Dampu Awang terbalik beserta seisinya dan membentuk gunung. Yang sampai saat ini dikenal sebagai Gunung Pinang yang terletak di Provinsi Banten. Dari cerita ini, tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa jangan sampai kita bersikap tidak baik pada orang tua yang akan membuatnya kecewa. Hormatilah orang tuamu dan sayangilah mereka selagi masih ada. Karena tidak akan pernah ada orang di dunia ini yang akan mencintai dan menyayangimu melebihi orang tuamu.

Comments